Rabu, 03 Oktober 2007

Jamu Tidak Hanya dari Tumbuhan

Produk jamu selama ini hanya dikenal sebagai campuran bahan-bahan dari
tumbuhan. Tetapi kenyataanya produk-produk hewanpun juga masuk dalam
ramuan jamu. Jadi perlu kehati-hatian dalam memilihnya.

Pak Hendro adalah salah seorang pengguna jamu yang cukup fanatik. Ia
selalu minum jamu pegal linu untuk menghilangkan capek-capek pada
badannya. Kegemarannya akan jamu ini sudah berlangsung bela-san tahun, dan
terus berlangsung hingga saat ini. Baginya jamu tradisional dianggap lebih
mujarab dan lebih aman dibandingkan dengan obat-obatan sintetis.

Pak Hendro tentu bukan sendirian di negeri ini. Banyak sekali penggemar
dan pengguna jamu di kalangan masyarakat. Bagi penggemar jamu, minum
cairan pahit dengan aroma rempah-rempah yang sangat kuat bukan menjadi
masalah. Yang penting khasiat dan kegunaanya dapat dirasakan.

Selama ini ada anggapan bahwa jamu identik dengan bahan-bahan natural
yang berasal dari tumbuh-tum-buhan, berupa akar-akaran, daun-daunan,
umbi-umbian dan berbagai bagian tumbuhan yang lain. Oleh karena itu
menurut pandangan ini jamu dapat diminum kapan saja dan oleh siapa saja tanpa
takut adanya efek samping.

Pendapat ini rupanya tidak selamanya benar. Terlebih lagi ketika jamu
sudah menjelma menjadi komoditi industri dan berinteraksi dengan
bahan-bahan obat modern. Beberapa waktu lalu di daerah Cilacap dan sekitarnya
ditengarai adanya jamu tradisional yang menggunakan bahan kimia obat.
Fakta ini menunjukan bahwa sebenarnya jamu-jamuan yang lainpun tidak
akan lepas dari peran bahan-bahan olahan dan bahan kimia. Oleh karena itu
perlu kewaspadaan dan kehati-hatian dalam mengkonsumsinya, baik dari
aspek kehalalan maupun keamanan fisik.

Dari segi bahan dasar, jamu tidak sepenuhnya berasal dari bahan-bahan
tumbuhan. Perkembangan jamu dimulai dari ramu-ramuan tradisional yang
berkembang di tengah masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi ramuan
jamu yang diyakini memiliki khasiat tertentu bagi tubuh manusia. Pada
kenyataannya ramuan tradisional itu juga mengenal bahan-bahan hewani,
seperti kuda laut, jeroan ayam (empedu, limpa, tembolok dsb) dan ekstrak
berbagai bagian dan jenis binatang.

Kehadiran ekstrak atau bahan dari hewan itu tentu saja menimbulkan
masalah tersendiri dari segi kehalalan. Sebab penggunaan hewan ini harus
dilihat dari segi jenis hewannya dan metode pemotonganya. Dari data yang
dihimpun Jurnal Halal ternyata ada indikasi penggunaan bahan-bahan
hewani dalam jamu-jamu modern yang beredar di masyarakat.

Selain itu bahan penolong dan bahan pembantu lainnya dalam pengolahan
jamu modern juga dapat melibatkan bahan-bahan haram atau subhat. Kini
jamu tidak hanya berbentuk serbuk kasar yang berserat saja, seperti
halnya jamu-jamu pada zaman dahulu.. Perkembangan teknologi proses dan
pengolahan telah telah menyentuh industri jamu. Kini produk tersebut sudah
ada yang berbentuk ekstrak (sari) instan, berbentuk kaplet, tablet dan
juga kapsul. Nah selama proses ekstraksi, pembentukan kaplet dan tablet
serta penggunaan kapsul ini memungkinkan masuknya bahan-bahan haram
semisal gelatin.

Kini jamu semakin berkembang dalam dunia modern dengan penampilan yang
lebih baik dan menarik. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bagi
kalangan pengusaha yang meghasilkan jamu tersebut adalah bahwa aspek
kehalalan jangan sampai terlupakan. Sebab jika hal ini tidak dicermati
dengan baik, pandangan jamu sebagai bahan yang alami, halal dan aman
terkikis dengan kecurigaan dan was-was di kalangan masyarakat.

Tidak ada komentar: